Bersahabat dengan jarak
| Bandung, 2018 |
Manusia di bumi ini pernah dan mungkin akan mengalami masa-masa, yang dimana semua hal seakan bergerak menjauhi. Melangkah mundur. Mengasing. Lalu menghilang. Jika beruntung, akan ada secuil kenangan yang tersisa, seperti ampas kopi di setiap cangkir yang dipesan.
Dan saya sedang berada pada masa ini, mencoba untuk bersahabat dengan jarak. Berusaha untuk memahami seperti apa rasa asing itu. Diawal, mungkin akan sedikit terasa menyesakkan. Toh, ini cuma sekedar perasaan, lambat laun akan tergantikan dengan rasa-rasa yang lain.
Bayangkan, seperti apa susahnya menjalin pertemanan dengan ia yang pernah membuatmu terluka berkali-kali? seperti kau ingin amnesia saja rasanya, tapi kemudian ia datang secara gamblang ke hadapanmu.
kamu mendadak mati rasa.
dihadapkan dengan ia yang perlahan bergerak menjauhi.
dan bermuara pada jarak yang semakin lebar.
Ya, seperti itulah saya sekarang.
Semakin kesini, semakin paham bahwa semesta benar-benar berputar. Tidak melulu berporoskan saya. Bahwa hidup ini sebenarnya bukan hanya tentang saya, tapi ada manusia lain. Perasaan kecewa, marah, tidak adil, senang, dan bahagia akan berputar mengelilingi hidup kita. Ada yang datang untuk sekedar bertukar keluh-kesah, menangis, ataupun tertawa, dan kemudian pergi untuk melanjutkan perjalanan menuju tempat selanjutnya.
Hidup akan terus superti itu. Hanya perlu menyediakan ruang kecil untuk menerima segala bentuk penolakan, rasa sakit, dan keping-keping kekecewaan, serta memulai untuk bersahabat dengan jarak kepada ia yang kita anggap searah.
Bukan waktu yang tepat untuk merutuki hidup. Sekarang saatnya untuk menerima apapun itu; yang pernah membawa luka dan jarak yang semakin lebar ini, semoga dikembalikan dengan wujud yang lebih baik lagi. Biarkan waktu yang bekerja. Biarkan semuanya sembuh di waktu yang tepat.


Komentar
Posting Komentar