kembali ke ruang kelas


 Pernah di beberapa kesempatan berkumpul dengan keluarga, meja makan selalu menjadi tempat lahirnya banyak percakapan-percakapan asing dan tidak asing tentang apapun dalam hidup. Orang tuaku juga sering menanyakan kabar masa depanku yang terlihat sungguh abu-abu ini. Aku tentu sesekali merasa jengah, masa sekarang pun sudah cukup membuatku menahan nafas berkali-kali. Ayah selalu menyarankanku untuk berprofesi menjadi pengajar. Mengajar baginya adalah perjalanan sebuah ilmu yang tak akan pernah berhenti masanya. Menjadi guru tak akan membuat kita lupa, sebab, apa yang pernah kita miliki tidak hanya berhenti pada diri kita. Ia terus mengalir, mengalir, dan mengalir. Entah ke mana pun ilmu itu bermuara, ia akan bertemu dengan aliran-aliran baru, entah apapun itu. 

Aku selalu membantah, aku tak pernah merasa memiliki bakat mengajar. Aku tak pandai berbicara pada anak-anak. Aku tak pandai menyampaikan dengan baik sehingga mereka mudah mengerti sesuatu yang hendak aku sampaikan. Aku terlalu takut; suaraku tak terdengar jelas, pengetahuanku yang tak seberapa, dan aku tak bisa memahami benar keinginan-keinginan mereka yang hendak aku ajari. Mengajar tidak hanya sebatas menyampaikan materi atau ilmu atau pengetahuan yang kita punya. Bahkan kita harus mengerti benar apakah pengetahuan itu benar-benar bisa mereka pahami dan bisa diaplikasikan dengan baik di kehidupan nyata atau tidak? Sebab kita selalu berharap, pengetahuan-pengetahuan itu bisa membawa mereka pada kehidupan yang lebih baik dan layak. 

Aku selalu takut mengajari seseorang. Sebab, aku takut tak bisa sabar menghadapi orang tersebut. Aku takut tak bisa memahami keadaannya saat belajar denganku. Apakah dia senang, atau sedih, atau menganggap ilmu yang aku berikan tidak memuaskan rasa keingintahuan mereka. Terlalu banyak ketakutan-ketakutan yang semakin menjulang tinggi membuatku tak bisa melihat jelas apakah profesi pengajar akan jadi salah satu tujuanku kelak. 

Namun di kegiatan kkn ini, mengajar jadi salah satu kegiatan terbanyak selama satu bulan lebih kkn ini berlangsung. Kalian ingin tahu seperti apa rasanya? ada takut dan bahagia berkeamuk jadi satu. Cukup kontras tapi setelah diingat-ingat ternyata seperti itulah rasanya. Aku tak pernah menyangka akan melihat gurat-gurat senyum manis itu terpatri di wajah mereka; anak-anak polos yang tak peduli keringat sudah membanjiri seluruh wajah mereka yang kecil. Aku tak pernah menyangka akan menyaksikan suara ekspresif mereka saat menyambut kami saat memasuki ruang kelas mereka.

"Itu mas sama mbak kkn!"

Dibalik wajah yang separuhnya tertutup masker itu, senyumku mengembang berkali-kali lipat. 

Aku mengabadikan mereka lewat lensa yang aku bawa selama kegiatan berlangsung. Hanya benda itu satu-satunya yang bisa membawaku kembali pada masa-masa aku merindukan teman-teman SD ku sendiri. Membawaku kembali ke ruang kelas kecil berukuran kurang dari sepuluh meter. Walaupun sudah banyak jenis ruang kelas yang membawaku hingga ke titik ini, tetap saja, ruang kelas SD yang paling kurindukan sebab masa kanak-kanakku tersimpan rapih di tempat itu. Di umurku yang beranjak 23 tahun ini, aku kembali memasuki ruang kelas yang isinya adalah riuh rendah tawa tak bersalah. 

Aku tak ingin menyudahi ini. Aku masih ingin bernostalgia dengan tubuh-tubuh kecil mereka, ocehan mereka yang walaupun tampak sederhana tapi sering kali kesulitan untuk dijawab. Keributan-keributan di kelas yang harusnya membuatku geram tapi justru tidak sama sekali. Aku tak marah, sebab aku berandai-andai kembali menjadi mereka. Duniaku masih terlalu sempit untuk menjawab segala keingintahuan mereka. Tapi aku ingin mereka tahu bahwa dunia seluas itu bisa mereka gapai sedikit demi sedikit di ruang kelas; bersama dengan guru-guru yang tak pernah padam api semangatnya. 

Sesi mengajar kurang lebih satu jam setengah itu jadi momen hangat yang menyelak-nyelak dalam hati. Mengajar mungkin tidak semengerikan itu, selagi hatimu penuh menjalaninya. Mungkin saat ini aku belum sepenuhnya ada di sana, belum kuletakkan hatiku pada profesi mengajar ini. Mungkin nanti-nanti. Pada masa-masa yang tak terduga. 



Komentar

Postingan Populer