senang dan sedih; mereka adalah sendiri-sendiri
Kereta Kertanegara masih melaju konstan pada jalurnya, dan tangisku tak pernah berhenti bahkan sejak kereta ini menarik nafas pada pemberhentian pertama. tangisku masih berkisah menyoal kesendirian. Aku memang begitu, melihat burung terbang seorang diri di langit lepas pun aku selalu mengiba. Atau melihat seekor anak kucing tengah menatapku penuh harap, ingin diberi makan. Sungguh aneh memang.
Aku, sesekali, ingin membagikan separuh tangisku, entah pada siapa saja. Sebab rasanya sudah terlalu penuh, air mataku selalu tumpah ruah. Dan aku kian sulit membawanya pulang. Tapi belakangan, aku kebingungan mencari alamat seorang teman. Hanya ia yang aku harap, aku yakini bisa kutitipkan tangisku padanya, dengan pintu terbuka. Tapi sayangnya tangisku belakangan selalu menyasar entah kemana.
Dan tangisku masih berlanjut hingga pemberhentianku pada stasiun ketujuh.
Perjalanan mengendara dengan kereta memang selalu membuatku merenungi segala hal. Kadang membuatku menangis tersedu-sedu, kadang tak sengaja aku menyunggingkan senyum seperti orang tengah jatuh cinta padahal bukan. Atau terkadang aku bisa saja melamun tanpa alasan, seperti aku hanya ingin mendengar deru nafasku sendiri, berdua saja dengannya sambil menatap ke arah pemandangan apa saja di luar jendela kecil itu.
Tetapi, di dalam Kertanegara kemarin, ada sebagian dalam hatiku yang mendadak terisi penuh namun sebagiannya lagi menghilang. Kurasa itu wajar, toh tak semua perjalanan membawa kita pada hal-hal yang menyenangkan. Senang sedih tak bisa kita raup semuanya dalam satu waktu. Mereka adalah sendiri-sendiri, selalu seperti itu.


Komentar
Posting Komentar