surat-surat yang bernyawa
Dari sekian banyak episode keluh kesah dalam hidup, aku tak pernah menyesali diberi Tuhan sebuah keberanian untuk menulis. Tangan-tanganku seperti memiliki nafasnya sendiri ketika bertemu kertas-kertas kosong. Dari sanalah kemudian tercipta lembar demi lembar catatan perjalanan hidupku yang dulu sungguh tak bermakna apa-apa. Tapi sekarang ia justru jadi pengingat, bahwa aku berjalan terus dari tahun ke tahun. Menulis seperti halnya mencari teman baru di dunia yang lain, dunia di mana hanya diriku seorang yang dapat mengerti, sebab yang tertulis di dalam sana adalah hela-hela nafas yang turut aku sertakan bersamaan dengan kenangan yang hilir mudik.
Dulu, aku gemar menulis surat, kadang pendek-pendek saja, isinya berupa ucapan terima kasih karena aku diberi jajanan enak, atau karena ada seorang teman yang memberiku hadiah lucu. Namun, tak jarang pula surat-surat itu layaknya cerita bersambung, panjang-panjang sekali sebab isinya tak hanya tulisan-tulisan, tapi kutaruh nyawa di dalamnya, agar ketika dibacanya surat itu, ia benar-benar hidup dan menemani mereka menuntaskan surat itu hingga pada paragraf terakhir.
Dalam periode hidupku beberapa tahun yang lalu itu, kotak-kotakku juga penuh dengan surat dari seorang teman. Sungguh manis sekali bila diingat-ingat. Membacanya kembali seperti mengunjungi memori masa lalu yang ingin sekali kubawa pulang ke masa sekarang. Mengajak mereka untuk duduk sama-sama seperti halnya rutinitas makan pagi atau siang atau malam kami di tempat itu. Hangat. Hangat sekali. Surat-surat mereka selalu membuatku ingin mengulang itu semua. Memeluk mereka satu-satu dan berbisik pelan di telinga mereka, mengucap beribu-ribu terima kasih karena adanya mereka, adanya surat-surat mereka, aku tak akan mati sia-sia.
Setiap kata demi kata yang tertulis di dalamnya, do'aku juga tak pernah absen berkeliaran di tiap baris-barisnya, seperti aku ingin terus mereka ada dalam keadaan terbaik mereka, hidup yang cukup, langkah-langkah yang ringan, dan umur yang panjang. Walau surat-surat mereka terus hidup bersamaku, kuharap yang menuliskannya untukku juga terus hidup, hingga pada waktu-waktu terbaik aku bisa bertemu mereka, akan kutulis surat yang pendek saja isinya; Terima kasih sudah menjadi nyawa dan nyala dalam hidupku!
Sebab tanpa mereka, tanpa surat-surat lusuh mereka, apalah aku sekarang?


Komentar
Posting Komentar