Andai
Andai waktu itu aku bisa lebih jujur. Jujur pada diriku sendiri dan meyakini bahwa setiap manusia berhak untuk merasakan jatuh cinta lagi.
Mungkin sudah terlalu lama ruangku kubiarkan kosong dan sepi. Mungkin harapku atasnya tak lagi sama. Ia sudah pupus, bertahun-tahun lalu.
Jujur bagiku seperti membiarkan kalah telak di medan perang. Padahal ia bisa jadi adalah sebuah penerimaan yang nantinya akan membuka ke banyak pintu menuju diri sendiri.
Andai waktu itu aku bisa lebih jujur, bahwa aku, dan perasaan-perasaan payahku ini isinya hanya perihal kamu.
Andai waktu itu aku tebus saja perasaan konyol ini pada perjalanan-perjalanan kita di atas motor itu. Mungkin bisa saja aku waktu itu aku menyela entah pada diskusi kita mengenai apa. Mungkin bisa saja kuutarakan selepas rokok keduamu dan rokok pertamaku.
Mungkin bisa saja kuucapkan dengan lantang di pagi hari saat tiba giliranku menjemputmu lengkap dengan raut wajahmu yang masih setengah mengantuk itu, rambut yang baru saja kering, dan gerusuhmu dengan sepatu yang tengah kamu kenakan hari itu.
Aku bisa tiba-tiba menjadi jujur, sebab perasaan takut akan tiba ketika kau sadar bahwa kau kehilangan momen itu. Momen yang bisa lenyap kapan saja layaknya sekedipan matamu.
Dan semuanya terasa benar. Kemungkinan-kemungkinan itu hanya bersemayam pada kepalaku. Pada kekeras kepalaku yang tak bisa jujur pada diriku sendiri.
Takut itu kini menggelayutiku. Meminta 'andai' sekali lagi di waktu-waktu yang tak ada lagi harapan tersisa di sana. Tidak seperti dulu. Tidak lagi.
Aku kehilangan momen itu. Kehilangan kemungkinan-kemungkinan itu. Kehilangan perasaan konyolku padamu yang selama ini kusimpan diam-diam. Aku, kehilangan kamu.
Kamu, yang namanya tak bisa kutulis disini, kuharap semoga duniamu tak semendung milikku. Terlalu banyak badai yang kumiliki dalam hidupku. Kuharap kamu tak jadi pengecut sepertiku serta belajar jujur pada diri sendiri. Jujur di hadapan siapapun nantinya yang bisa membuat hatimu tak karuan dan penuh di satu waktu.
Seperti aku padamu.


Komentar
Posting Komentar