Luka-luka yang menuntut dirasakan
Pada umur berapa tepatnya kamu mengetahui dan memahami bahwa duka juga termasuk ke dalam perasaan yang harus dirasakan dan terjadi minimal satu kali selama hidup? Pada umur berapa kamu memulai untuk mencari tahu dan terus mencari tahu untuk meyakini dirimu sendiri bahwa berduka adalah menyoal pilihan. Selalu ada jalan untuk memilih bahagia yang terlihat lebih menyenangkan ketimbang duka. Buat apa memilih duka yang jelas-jelas sekujur tubuhnya dipenuhi luka-luka terbuka dan matamu tak pernah habis melahirkan tangis?
Kamu masih berkutat mencari jalan lain, kutahu kepalamu pasti berkelindan rute ini dan rute itu. Membuatmu pusing. Terus mencari, hingga pada satu titik yang mungkin kamu sudah tak tahu lagi harus bagaimana, kamu akhirnya menangis.
Kita tak bisa selamanya melarikan diri. Menghindari perasaan berduka yang kerap membuat kita terasa kecil, tak berdaya, dan seperti bukan manusia. Selama ini kurasakan betul bahwa ruang perasa kita sejak kecil didikte sedemikian rupa untuk lupa merasakan seperti apa rasanya sakit. Rasanya sedih. Rasanya memiliki luka yang kita tahu bahwa ada sebagian manusia yang justru tumbuh dari luka-lukanya. Cara orang-orang itu memilih jalan ini bukan karena putus asa. Atau tak lagi ada harap dan cahaya dalam hidupnya, memilih berduka adalah pengingat paling ajaib bahwa manusia tak hanya bertumbuh pada limpah ruah bahagia, kita perlu ruang untuk menyilakan luka tumbuh bersama di dalamnya. Luka-luka yang menuntut untuk dirasakan setelah sekian banyak hari mengalami pengabaian dan pelarian hanya karena takut.
Kali ini, biarkan ruangmu menyilakan duka sama luasnya dengan perasaan-perasaan yang lain. Duka dan luka-luka di dalamnya adalah satu titik tumbuh manusia, belajar menerima untuk menjadi sebenar-benarnya manusia.


Komentar
Posting Komentar